Minggu, 16 Januari 2011

Kecerdasan Spritual

Warnai Dunia Pendidikan dengan Kecerdasan Emosi dan Spiritual


Seorang penarik becak berusia 62 tahun merasa terketuk hatinya untuk mendirikan sebuah madra­sah. Keinginan itu bermula dari rasa penasarannya melihat anak-anak di sekitar rumahnya yang sering bermain bersama di sore hari.
Setelah mencari tahu, ternyata ada kegiatan belajar mengajar di salah satu rumah warga yang sederhana. Apa yang dilihatnya sangat menggugah hatinya. Ia tak ingin kegiatan ini hanya bersifat sementara. Impiannya mendirikan ruang belajar yang lebih baik terus berkecamuk dalam pikirannya.
Menyadari kondisinya hanya sebagai tukang becak dengan penghasilan rata-rata sekitar Rp 20.000, akhirnya memunculkan idenya untuk menghimpun sum­bangan. Setiap menarik becak, ia selalu mengungkapkan renca­nanya membangun madrasah di kampungnya itu pada penumpangnya. Di usianya yang tak muda lagi, ia harus menarik becak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membantu berdirinya madrasah.
Setelah bertahun-tahun me­nyisihkan sebagian dari hasil me­narik becak di Jakarta, ditambah dengan sumbangan dari donatur, akhirnya ta­hun 2003 impiannya mulai terwujud. Melihat hasil kerjanya, Salim Ruhmana, penarik becak itu, makin giat bekerja dan mencari donatur. Ia menamai sekolahnya dengan Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Hidayah yang kini berganti nama menjadi Diniyah Takmiliyah Awwaliyah Nurul Hidayah, di Dusun Karangcengek, Desa/Kec. Pamarican, Ciamis, Jawa Barat.
Salim yang kini berusia 69 tahun tetap menarik becak yang tiap harinya mangkal di samping UIN, Jalan Supratman dan dekat dengan Masjid Al-Ikhlas Jakarta. Selain menjadi donator ia juga menjadi pengawas sekolah tersebut. Karena kiprahnya di dunia pendidikan, ia berkesempatan untuk mengikuti training ESQ Peduli Pendidikan (PP) angkatan 36 Jakarta di Menara 165, Cilandak, Jakarta, Selasa-Kamis (29-30/6-1/7).
“Selama training saya selalu mengeluarkan air mata. Saya berharap dengan ilmu yang didapat ini akan dapat disampaikan di madrasah,” ungkap Salim Ruhmana yang merasa sangat bersyukur dapat mengikuti training gratis untuk para guru tersebut.
Training ini dipandu oleh Uus Suryana, Ade Armand, dan Erik Syam. Dihadiri 521 peserta yang terdiri dari para guru.
Menurut pendiri ESQ Dr. H.C Ary Ginanjar Agustian, Salim Ruhama adalah contoh orang yang telah menggabungkan kecerdasan emosi, spiritual, dan intelektual. Ketika ia peduli, itu adalah contoh kecerdasan emosi, dorongan membantu adalah aplikasi kecerdasan spiritual, sedangkan bagaimana menghitung dan merencanakan berdirinya madrasah adalah apli­kasi kecerdasan intelektual. Meskipun bekerja sebagai penarik becak, Salim telah menggabungkan ketiga kecerdasan sehingga berhasil membangun sebuah sekolah bagi masyarakat sekitar. Karena itulah membangun sumber daya manusia dengan menggabungkan tiga kecerdasan IQ, EQ, dan SQ menjadi sangat penting.
Ary Ginanjar Agustian pun menyatakan harapannya pada para guru yang mengikuti training ESQ Peduli Pendidikan agar dapat mengajarkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual kepada anak didiknya. Selama ini banyak orang yang menganggap kecerdasan intelektual seperti tidak ada hubungannya dengan ilmu spiritual, begitu juga sebaliknya. Padahal semua ini ada di bumi Allah, sehingga tidak ada apa pun di muka bumi kecuali ibadah kepada Allah.
“Jadi artinya ketika belajar mengajar itu ibadah kepada Allah. Betapa ruginya ketika kita mengajar dan mendidik tapi tidak dengan niat tulus kepada Allah. Ketika kita jadikan sebagai ibadah, maka apa yang kita lakukan menjadi sajadah-sajadah kita,” urainya.
Ketua FKA ESQ (Forum Ko­munikasi Alumni ESQ) Bidang Sosial Kemasyarakatan, Lea Ira­wan dalam sambutannya me­nga­takan, FKA ESQ memilih mentrainingkan insan guru, ka­rena kami menyadari para guru menjadi ujung tombak dan garda terdepan dengan peran yang sangat strategis, yaitu mentransfer ilmu kepada anak didik. Namun saat ini tantangan bapak ibu guru tidak hanya berperan mentransfer ilmu intelektual, tetapi menegakkan moral dan akhlak kepada anak didik kita melalui peran dari para guru.
Lea Irawan menambahkan, "Kami FKA ESQ Bidang Sosial Kemasyarakatan secara resmi menyampaikan, ESQ Peduli Pendidikan dan juga FKA ESQ akan menjadikan Diniyah Takmiliyah Awwaliyah Nurul Hidayah menjadi sekolah binaan Lembaga Kemanusiaan ESQ, dan akan mentrainingkan para gurunya."
Manfaat training ESQ di­ra­sa­kan para peserta salah satunya Suhandi guru SMP Muhammadiyah 4, Jaktim.
“Luar biasa, yang pasti di dalam batin saya ada sesuatu yang memotivasi. Mudah-mudahan ini akan menjadi bekal untuk sete­rusnya melangkah. Sesuai dengan pelajaran saya sendiri Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang sebetulnya sudah termasuk bagian dari 7 Budi Utama sudah saya sampaikan di materi pela­jaran saya. Di dalam pelajaran itu intinya adalah mendidik siswa menjadi warga negara yang baik,” ungkap Suhandi.
Menurutnya, ada korelasi antara apa yang didapatkan selama training dengan apa yang disampaikannya kepada anak didik. Training ESQ sangat bermanfaat bagi guru di dalam kegiatan mengajar.
“Saya merasa lebih optimis, lebih bergairah, lebih merasakan suasana batin saya untuk selalu tampil lebih baik dari sebelumnya,” paparnya.
Hingga saat ini, jumlah guru yang telah mengikuti training ESQ secara gratis jumlahnya sudah mencapai lebih dari 116 ribu. ESQ menargetkan pada 2020 akan ada 1 juta guru yang sudah mengikuti training dan memahami bahwa untuk membangun generasi yang tangguh dan bermoral bukan hanya diperlukan kecerdasan intelektual melainkan juga kecerdasan emosi dan spiritual. (tino/ida)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar